SOSIOLOGI AGAMA
mempelajari perilaku masyarakat beragama
RUANG LINGKUP SOSIOLOGI AGAMA
Sosiologi Agama (Bustanuddin
Agus)
Membahas masalah-masalah :
(1) pemahaman masyarakat terhadap ajaran agama,
(2) fungsi
dan kedudukan upacara keagamaan dalam memelihara
solidaritas sosial,
(2) peran
organisasi keagamaan, serta
(4) peran elit agama dalam pembangunan
Ruang Lingkup Sosiologi Agama
menurut Fatmawati
1.
Pengalaman-pengalaman
keagaman dalam kelompok masyarakat hubungannya dengan dunia transendental
2.
Mempelajari perilaku keagamaan
masyarakat dalam hubungannya dengan kehidupan lingkungan sosialnya.
3.
Mempelajari
kelembagaan atau institusi atau pranata keagamaan
4.
Mempelajari perubahan sosial :
perkembangan, kemajuan
dan kemunduran pemeluk agama.
5.
Gerakan-gerakan
sosial dan organisasi agama,
atau konflik
Ruang Lingkup Sosiologi Agama menurut Fatmawati (2009)
Bab 1. Hakekat agama
1. Defenisi agama (menurut istilah dan menurut sosial)
2. Fungsi agama terhadap individu
3. Fungsi agama terhadap masyarakat (Odhea, ada 6 fungsi agama)
Bab II. Teori sosiologi Agama
1. Menurut Augute comte, perkembangan
tahapan pemikiran manusia.
teologis,
metafisik, rasional/positif.
2. Herbert Spencer, tradisional ke
komplek zaman modern
3. Taylor, perkembangan keagamaan
masyarakat, dari paham animism, dinamisme, politeisme dan monoteisme.
4. Talcott Parsons, structural
fungsional, yakni Fungsi agama terhadap manusia menciptakan keteraturan
masyarakat dan saling fungsional (pranata sosial, kelembagaan masy)
5.
Karl
marx, agama sebagai candu masyarakat
6.
Ibnu
Khaldun, agama menciptakan ikatan solidaritas sosial
Bab III. Pengalaman-pengalaman keagaman dalam kelompok masyarakat hubungannya dengan
dunia transendental
1.
Upacara
keagamaan
2.
Ikatan
solidaritas sosial
Bab.
IV. Hubungan agama dan
pranata/kelembagaan/institusi keagamaan/sosial masyarakat
1.
Mempelajari perilaku keagamaan
masyarakat dalam hubungannya dengan kehidupan lingkungan sosialnya.
2.
Mempelajari kelembagaan atau institusi atau pranata keagamaan (Sosial, politik, ekonomi, budaya
hukum dan lain-lain).
Bab
V. Mempelajari perubahan sosial :
1..Perkembangan,
kemajuan dan kemunduran pemeluk agama.
2.
Gerakan-gerakan sosial dan organisasi agama
3. Konflik
1. Konsep Sosiologi
- Sosiologi dikatakan sebagai Ilmu pengetahun
Sosial tentang manusia, karena objek sosiologi adalah mempelajari tentang
masyarakat manusia.
- Sosiologi mempelajari perilaku manusia dengan
meneliti gejala-gejala sosial dalam hubungan dengan struktur sosial atau
kelompok yang dibangunnya.
- Menurut Pritim Sorokin (Soekanto, 1999:20),
kajian sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik
antara aneka ragam gejala-gelaja sosial, misalnya anatara gejala ekonomi
dengan agama, keluarga dengan moral). Juga mempelajarai hubungan timbal
balik antara gejala sosial dengan gejela non sosial, serta menjelaskan ciri-ciri umum gelaja
sosial tersebut.
- Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi,
menyatakan bahwa sosiologi ilmu mempelajari struktur dan proses sosial
termasuk perubahan sosial.
- Sosiolgi bertujuan untuk menghasilkan
pengertian-pengertian dan pola-pola umum. Sosiologi meneliti dan mencari
apa yang menjadi prinsip atau hukum umum dari interaksi antar manusia dan
sifat atau struktur masyarakat.
- Sosiologi merupakan disiplin ilmu yang
kategoris, artinya sosiologi membatasi diri pada apa yang terjadi bukan
mengenai apa yang seharusnya terjadi. Sosiologi juga membatasi diri
terhadap persoalan penilaian, artinya bukan menetapkan ke arah mana
sesuatu seharusnya berkembng dalam arti meberikan petunjuk yang menyangkut
kebijakan, bidang kajian sosiologi memnggambarkan suatu masyarakat pada
saat tertentu dan nilai-nilai yang ada di dalamnya.
- Menurut Odhea (1990): Teori Fungsional
mengartikan kebudayaan merupakan suatu sistem makna-makna simbolis (symbolic
system of meanings) yang sebagian diantaranya menentukan realitas
sebagaimana diyakini, dan sebagian lain menentukan harapan-harapan normatif
yang dibebankan pada manusia Kebudayaan bagi manusia merupakan kreasi
dunia penyesuaian dan kemaknaan, dalam konteks mana kehidupan manusia
dapat dijalankan dengan penuh arti.
2. Agama dan Masyarakat
2.
Agama secara umum didefenisikan sebagai
seperangkat aturan dan peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan dunia
gaib (Tuhannya) mengatur hubungan manusia dengan lingkungannya.
3.
Secara khusus. Agama merupakan suatau
sistem keyakinan yang dianut dan tindakan-tindakan yang diwujudkan oleh suatu
kelompok atau masyarakat dalam mengintrepretasikan dan memberi respon apa yang
dirasakan dan diyakini sebagai sesuatu yang gaib dan suci.
4.
sebagai suatu sistem keyakinan, agama
berbeda dengan sistem keyakinan atau isme-isme lainnya, karena landasana
keyakinan agama adalah pada kosep yang “suci atau sacred” yang dibedakan dengan dengan
yang bersifat duniawi (profance),
dan pada yang gaib atau supranatural yang menjadi lawan dari hukum-hukum
alamiah (natural).
5.
Agama sebagai sistem keyakinan berisikan
ajaran dan petunjuk bagi para penganutnya supaya selamat dari kehidupan setelah
kematian.
Keyakinan keagamaan dapat dilihat
sesuatu yang berorientasi pada masa yang akan datang.
6.
Agama sebagai sistem keyakinan menjadi
bagian dari sistem nilai yang ada dalam kebudayaan masyarakat tertentu, menjadi pendorong, penggerak dan pengontrol bagi segala tindakan anggota masyarakat.
7.
Pengaruh agama terhadap sistem nilai
masyarakat diwujudkan berupa simbol-simbol suci
yang maknanya bersumber pada ajaran agama dan menjadi kerangka acuan dalam
berbuat dan bertingkah laku.
8.
Agama mempunyai fungsi sosial yang dapat
menciptakan
saling keteraturan masyarakat,
sebagai lembaga sosial primer/utama yang mengatur hubungan sosial. Agama merupakan bagian dari suatu sistem kebudayaan yang
mempunyai nilai-nilai
normatif yang dijadikan sebagai pedoman segala tingkah laku dan tindakan.
9.
Menurut Geerzt (1986: 90), agama sebagai
sistem kebudayaan menjadi suatu pondasi kepranataan, selain
mendorong kedamaian kehidupan duniawi juga memberikan petunjuk kepada
pemeluknya untuk mewujudkan kedamaian batin.
10. Menurut
Durkheim, agama juga berfungsi dalam ikatan
solidaritas. Emosi keagamaan sebagai unsur elementer/pundamental/asasi dalam
kehidupan keagamaan manusia yang bersumber pada
kesadaran koletif para warganya (klan).
11. Agama
dan masyarakat saling
ketergantungan, fungsi sosialnya dapat memperkuat struktur sosial dan
prinsip-prinsip sosial masyarakat.
12. Menurut
Odhea (1990: 138), Teori fungsional memberikan argumen sumbangan yang diberikan
oleh agama yaitu agama berfungsi laten yang bersifat positif demi kesinambungan masyarakat.
13. Di sisi
lain, agama terkadang mempunyai
efek negatif terhadap disintegrasi. Isyu-isyu kekayinan keagamaan sering
menimbulkan sikap tidak
toleran, loyalitas agama hanya menyatukan beberapa orang tertentu dan
memisahkan yang lainnya. Agama dijadikan
justifikasi untuk tidak toleran terhadap kelompok lain, padahal ajaran
agama menganjurkan untuk saling mencintai sesama.
14. Agama
sebagai identitas/pengenal. Makna simbolik identitas adanya loyalitas terhadap
penganut agama, sering menimbulkan fanatisme keliru, sehingga menimbulkan
permusuhan dan streotipe terhadap kelompok lain.
15. Setiap
individu /kelompok memiliki sistem keyakinan, budaya, adat, agama dan tata cara
ritual yang berbeda belum dapat diterima nalar kolektif masyarakat. Beberapa
sekelompok masih terkooptasi logosentrisme tafsir hegemoni yang sarat akan
prasangka, kecurigaan, bias, kebencian dan reduksi terhadap kelompok yang ada
di luar dirinya (the other).
16. Secara
rinci fungsi agama:
- halaman 8; Odhea
- halaman 25, Dwi Narwoko
Sosiologi Agama
- Sociologi of Religion:
agama dipandang dari sudut Sosiologi, yakni untuk mempelajari/studi tentang
perilaku masyarakat beragama. Dalam hubungan dengan Tuhannya dan hubungan sesame
manusia
- Sosiologi agama tercara teknis
diartikan merupakan suatu aspek studi hubungan
antara gagasan dan prinsip yang diwujudkan dalam gerakan dan lembaga sertanya
asal-usul situasi sosialnya, perkembangan, kemajuan serta kemundurannya.
- Agama menyangkut hal yang berada di luar dirinya, menyangkut dunia luar (the
beyond). Apa yang dianggap manusia sebagai implikasi dari dunia
luar tersebut terhadap kehidupan manusia.
- Menurut Vilfredo Pareto (Odhea,1990),
menyangkut apa yang disebut dengan “pengalaman
transendent”, yakni pengalaman atas kejadian yang ada sehari-hari
dan yang dapat diamati atau penyaringan dan penanganan yang sistematis
terhadap pengalaman secara ilmiah.
Kesimpulannya:
1. Agama suatu sistem keyakinan memuat peraturan yang mengatur
hubungan manusia dengan Tuhannya (vettikal) dan hubungan manusia dengan sesame
manusia (horizontal)
2. Sosiologi agama yakni studi tentang
pengalaman-pengalaman keagamaan atau perilaku masyarakat yang beragama dalam
hubungannya dengan Tuhannya dan hubungannya dengan sesam manusia.
Beberapa sifat alamiah umat beragama:
3.
etnosentrisme
4.
streotipe
5.
folkways
6.
fanatisme
7.
ikatan
solidaritas/in group
Teori sosiologi agama
1.
Menurut
Augute comte, perkembangan tahapan pemikiran manusia.
teologis, metafisik,
rasional/positif.
2.
Herbert
Spencer, tradisional ke komplek zaman modern
3.
Taylor,
perkembangan keagamaan masyarakat, dari paham animism, dinamisme, politeisme
dan monoteisme.
4.
Talcott Parsons, structural fungsional, yakni Fungsi agama terhadap manusia menciptakan
keteraturan masyarakat dan saling fungsional (pranata sosial, kelembagaan masy)
5.
Karl marx,
agama sebagai candu masyarakat
6.
Ibnu Khaldun, agama menciptakan ikatan solidaritas sosial
7.
Odhea,
ada 6 fungsi agama
Thomas O’dea berpendapat bahwa ada enam fungsi agama.
- Pertama, agama memberikan dukungan nilai-nilai dan tujuan agama yang dianut
- kedua, melalui
penyembahan dan upacara-upacara keagamaan agama memberikan keamanan dan
identitas emosional dan rujukan yang tetap di tengah-tengah konflik ide
dan opini. Ini adalah fungsi kependetaan dan agama yang mengajarkan
doktrin-doktrin dan tata cara melakukan upacara keagamaan dan stabilitas;
- ketiga,
mensakralkan
norma-norma dan mempromosikan tujuan-tujuan kelompok daripada individu
dengan melegitimasi tatanan sosial;
- keempat,
agama
juga memberikan standar yang juga merupakan basis untuk melakukan kritik
terhadap fenomena sosial atau pola sosial yang tidak sesuai
dengan norma sosial
- kelima, agama membantu individu memahami dirinya dan menyediakan identitas;
- keenam,
agama memberikan proses pematangan dan kedewasaan yaitu membantu individu
dalam krisis kehidupan dan transisi dari status ke status lainnya.
Pendapat
beberapa ahli
1. Menurut Emille
Durkheim, agama didefinisikan sebagai sebuah sistem kepercayaan mengenai
kekuasaan dari
keuatan-kekuatan menentukan nasib umat manusia dan praktek-praktek yang berhubungan
dengan sistemk kepercayaan tersebut yang dianut bersama oleh sebuah
kelompok.
2. Menurut C. Geerth dalam artikelnya yang berjudul The Religion as Cultural System agama adalah suatu sistem yang berfungsi untuk memunculkan suasana hati dan motivasi yang kuat dan berlangsung lama dengan cara menfokuskan konsep-konsep dari semua tatanan keberadaan yang umum, membingkai konsep-konsep dengan satu aura faktual yang membuat suasana hati dan motivasi hal tersebut dengan nampaknya realistis secara unik.
3. Menurut T. Luckman dalam tulisannya yang berjudul The Invisible Religion (1967) agama harus sesuai dengan pegertian dasar dari konsep agama itu sendiri untuk menyebut transendensi dunia biologis/dunia gaib oleh organisme manusia sebagai sebuah fenomena agama.
4. Menurut Yinger dalam
tulisannya yang berjudul The Scientific Study of
Religion (1960), agama merupakan
sebuah praktek-praktek/ritus-ritus
yang mana sekelompok orang berjuang menghadapi permasalahan-permasalahan
tertinggi dari umat manusia.
2. Menurut Aldridge, pesta raya dan lain-lain hanya pengganti agama bukan sebagai agama itu sendiri; agama itu didefinisikan secara fungsionalis; hanya sebagai fungsi individu dan bermasyarakat dianggap perlu; agama memberi manusia sense identity sebagai makna dan harapan; dan agama mengekpresikan nilai-nilai bersama atau yang mengikat masyarakat dan semua hal yang mempersatukan disebut agama.
3. Definisi fungsionalis
terhadap agama sering dihubungkan dengan sebuah pandangan bahwa hakikat sosial
yang mengikuti masyarakat bersama bukanlah paksaan dan bukan pula keharusan
dalam berperilaku sosial atau
berinteraksi tetapi didasarkan nilai-nilai
atau norma-norma yang dimiliki bersama atau yang disepakati.
4. Definisi ekslusif.
(1) M. Baton dalam Antropological Aproach From Study of Religion (1966) berpendapat bahwa agama adalah institusi yang terdiri
dari interaksi yang terpolakan secara budaya dengan mahluk-mahluk Super Human yang diposisikan secara kultural;
(2) Robertson: The Sosiological Interpretation of Religion berpendapat bahwa budaya keagamaan adalah satu set
kepercayaan-kepercayaan terhadap nilai-nilai yang berasal secara langsung dari
hal tersebut;
(3) M. Hill: The Sociology of Religion berpendapat bahwa agama adalah satu set kepercayaan untuk
mengatur perbedaan antara realitas empiris dan supra empiris. Bahasa simbol
yang digunakan dalam hubungannya dalam pembedaan ini serta kegiatan-kegiatan
dan lembaga-lembaga yang berhubungan dengan pengaturan ini.
Fungsi agama secara umum terbagi dua.
1.
Pertama, fungsi manifest (yang tampak) yaitu fungsi yang disadari dan jelas nampak
yang dijalankan dalam ritus keagamaan;
2.
kedua, fungsi laten (yang tidak tampak) yaitu fungsi tidak disadari dan
diketahui-bukan tujuan utama-dalam ritus keagamaan.
Pertama, agama menghalangi
orang untuk protes dengan memberikan hiburan/rekonsiliasi;
kedua, fungsi yang
mensakralkan nilai-nilai dapat menghalangi kemajuan pengetahuan;
ketiga, agama dapat
mencegah adaptasi;
keempat, fungsi
profetiknya dapat membawa utopisme dan harapan-harapan yang tak realistis maka
menghalangi munculnya tindakan-tindakan praktis dan realistis;
kelima, agama mengikat
individu ke dalam kelompok sedemikian rupa sehingga menimbulkan konflik dengan
yang lain dan menghalangi adaptasi;
keenam, agama juga dapat
menciptakan ketergantungan kepada lembaga-lembaga dan kepemimpinan agama maka
menghalangi kedewasaan.
Selain itu ia juga berpendapat bahwa agama memiliki enam disfungsi.
8.
Geen opmerkings nie:
Plaas 'n opmerking