Dinsdag 06 Januarie 2015

Ruang Lingkup Sosilogi Agama Dan Durkheim

SOSIOLOGI AGAMA
mempelajari perilaku masyarakat beragama

RUANG LINGKUP SOSIOLOGI AGAMA

Sosiologi Agama (Bustanuddin Agus)

Membahas masalah-masalah :

(1)     pemahaman masyarakat terhadap ajaran agama,

(2) fungsi dan kedudukan upacara keagamaan dalam memelihara
      solidaritas sosial,

(2)   peran organisasi keagamaan, serta

(4) peran elit agama dalam pembangunan

Ruang Lingkup Sosiologi Agama menurut Fatmawati

1.       Pengalaman-pengalaman keagaman dalam kelompok masyarakat hubungannya dengan dunia transendental
2.           Mempelajari perilaku keagamaan masyarakat dalam hubungannya dengan kehidupan lingkungan sosialnya.
3.             Mempelajari kelembagaan atau institusi atau pranata keagamaan
4.             Mempelajari perubahan sosial :
        perkembangan, kemajuan dan kemunduran pemeluk agama.
5.           Gerakan-gerakan sosial dan organisasi agama, atau konflik

Ruang Lingkup Sosiologi Agama menurut Fatmawati (2009)
Bab 1.  Hakekat agama
1.       Defenisi agama (menurut istilah dan menurut sosial)
2.       Fungsi agama terhadap individu
3.       Fungsi agama terhadap masyarakat (Odhea, ada 6 fungsi agama)

Bab II. Teori sosiologi Agama
1.    Menurut Augute comte, perkembangan tahapan pemikiran manusia.
teologis, metafisik, rasional/positif.
2.    Herbert Spencer, tradisional ke komplek zaman modern
3.    Taylor, perkembangan keagamaan masyarakat, dari paham animism, dinamisme, politeisme dan monoteisme.
4.    Talcott Parsons, structural fungsional, yakni Fungsi agama terhadap manusia menciptakan keteraturan masyarakat dan saling fungsional (pranata sosial, kelembagaan masy)
5.        Karl marx, agama sebagai candu masyarakat
6.        Ibnu Khaldun, agama menciptakan ikatan solidaritas sosial

 Bab III. Pengalaman-pengalaman keagaman dalam kelompok masyarakat hubungannya dengan dunia transendental
1.                                                                                                                                               Upacara keagamaan
2.                                                                                                                                               Ikatan solidaritas sosial
Bab. IV.  Hubungan agama dan pranata/kelembagaan/institusi keagamaan/sosial masyarakat
1.        Mempelajari perilaku keagamaan masyarakat dalam hubungannya dengan kehidupan lingkungan sosialnya.
2.        Mempelajari kelembagaan atau institusi atau pranata keagamaan (Sosial, politik, ekonomi, budaya hukum dan lain-lain).

Bab V.  Mempelajari perubahan sosial :
1..Perkembangan, kemajuan dan kemunduran pemeluk agama.
2. Gerakan-gerakan sosial dan organisasi agama
3. Konflik

1. Konsep Sosiologi
  1. Sosiologi dikatakan sebagai Ilmu pengetahun Sosial tentang manusia, karena objek sosiologi adalah mempelajari tentang masyarakat  manusia.  
  2. Sosiologi mempelajari perilaku manusia dengan meneliti gejala-gejala sosial dalam hubungan dengan struktur sosial atau kelompok yang dibangunnya.
  3. Menurut Pritim Sorokin (Soekanto, 1999:20), kajian sosiologi adalah ilmu yang mempelajari  hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka ragam gejala-gelaja sosial, misalnya anatara gejala ekonomi dengan agama, keluarga dengan moral). Juga mempelajarai hubungan timbal balik antara gejala sosial dengan gejela non sosial,  serta menjelaskan ciri-ciri umum gelaja sosial tersebut.
  4. Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, menyatakan bahwa sosiologi ilmu mempelajari struktur dan proses sosial termasuk perubahan sosial.
  5. Sosiolgi bertujuan untuk menghasilkan pengertian-pengertian dan pola-pola umum. Sosiologi meneliti dan mencari apa yang menjadi prinsip atau hukum umum dari interaksi antar manusia dan sifat atau struktur masyarakat.
  6. Sosiologi merupakan disiplin ilmu yang kategoris, artinya sosiologi membatasi diri pada apa yang terjadi bukan mengenai apa yang seharusnya terjadi. Sosiologi juga membatasi diri terhadap persoalan penilaian, artinya bukan menetapkan ke arah mana sesuatu seharusnya berkembng dalam arti meberikan petunjuk yang menyangkut kebijakan, bidang kajian sosiologi memnggambarkan suatu masyarakat pada saat tertentu dan nilai-nilai yang ada di dalamnya.
  7. Menurut Odhea (1990): Teori Fungsional mengartikan kebudayaan merupakan suatu sistem makna-makna simbolis (symbolic system of meanings) yang sebagian diantaranya menentukan realitas sebagaimana diyakini, dan sebagian lain menentukan harapan-harapan normatif yang dibebankan pada manusia Kebudayaan bagi manusia merupakan kreasi dunia penyesuaian dan kemaknaan, dalam konteks mana kehidupan manusia dapat dijalankan dengan penuh arti.


2. Agama dan Masyarakat
2.    Agama secara umum didefenisikan sebagai seperangkat aturan dan peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan dunia gaib (Tuhannya) mengatur hubungan manusia dengan lingkungannya.
3.    Secara khusus. Agama merupakan suatau sistem keyakinan yang dianut dan tindakan-tindakan yang diwujudkan oleh suatu kelompok atau masyarakat dalam mengintrepretasikan dan memberi respon apa yang dirasakan dan diyakini sebagai sesuatu yang gaib dan suci.
4.    sebagai suatu sistem keyakinan, agama berbeda dengan sistem keyakinan atau isme-isme lainnya, karena landasana keyakinan agama adalah pada kosep yang “suci atau sacred” yang dibedakan dengan dengan yang bersifat duniawi (profance), dan pada yang gaib atau supranatural yang menjadi lawan dari hukum-hukum alamiah (natural).
5.    Agama sebagai sistem keyakinan berisikan ajaran dan petunjuk bagi para penganutnya supaya selamat dari kehidupan setelah kematian. Keyakinan keagamaan dapat  dilihat sesuatu yang berorientasi pada masa yang akan datang.
6.    Agama sebagai sistem keyakinan menjadi bagian dari sistem nilai yang ada dalam kebudayaan masyarakat tertentu,  menjadi pendorong, penggerak dan pengontrol  bagi segala tindakan anggota masyarakat.
7.    Pengaruh agama terhadap sistem nilai masyarakat  diwujudkan berupa simbol-simbol suci yang maknanya bersumber pada ajaran agama dan menjadi kerangka acuan dalam berbuat dan bertingkah laku.
8.    Agama mempunyai fungsi sosial yang dapat menciptakan saling keteraturan masyarakat, sebagai lembaga sosial primer/utama yang mengatur hubungan sosial. Agama merupakan  bagian dari suatu sistem kebudayaan yang mempunyai nilai-nilai normatif yang dijadikan sebagai pedoman segala tingkah laku dan tindakan.
9.    Menurut Geerzt (1986: 90), agama sebagai sistem kebudayaan menjadi suatu pondasi kepranataan, selain mendorong kedamaian kehidupan duniawi juga memberikan petunjuk kepada pemeluknya untuk mewujudkan kedamaian batin.
10. Menurut Durkheim, agama juga berfungsi dalam ikatan solidaritas. Emosi keagamaan sebagai unsur elementer/pundamental/asasi dalam kehidupan keagamaan manusia yang bersumber pada kesadaran koletif para warganya (klan).
11. Agama dan masyarakat saling ketergantungan, fungsi sosialnya dapat memperkuat struktur sosial dan prinsip-prinsip sosial masyarakat.
12. Menurut Odhea (1990: 138), Teori fungsional memberikan argumen sumbangan yang diberikan oleh agama yaitu agama berfungsi laten yang bersifat positif demi kesinambungan masyarakat.
13. Di sisi lain, agama terkadang mempunyai efek negatif terhadap disintegrasi. Isyu-isyu kekayinan keagamaan sering menimbulkan sikap tidak toleran, loyalitas agama hanya menyatukan beberapa orang tertentu dan memisahkan yang lainnya. Agama dijadikan  justifikasi untuk tidak toleran terhadap kelompok lain, padahal ajaran agama menganjurkan untuk saling mencintai sesama.
14. Agama sebagai identitas/pengenal. Makna simbolik identitas adanya loyalitas terhadap penganut agama, sering menimbulkan fanatisme keliru, sehingga menimbulkan permusuhan dan streotipe terhadap kelompok lain.
15. Setiap individu /kelompok memiliki sistem keyakinan, budaya, adat, agama dan tata cara ritual yang berbeda belum dapat diterima nalar kolektif masyarakat. Beberapa sekelompok masih terkooptasi logosentrisme tafsir hegemoni yang sarat akan prasangka, kecurigaan, bias, kebencian dan reduksi terhadap kelompok yang ada di luar dirinya (the other).
16. Secara rinci fungsi agama:
    1. halaman 8; Odhea
    2. halaman 25, Dwi Narwoko


Sosiologi Agama
  1. Sociologi of Religion: agama dipandang dari sudut Sosiologi, yakni untuk mempelajari/studi tentang perilaku masyarakat beragama. Dalam hubungan dengan Tuhannya dan hubungan sesame manusia
  2. Sosiologi agama tercara teknis diartikan merupakan suatu aspek studi hubungan antara gagasan dan prinsip yang diwujudkan dalam gerakan dan lembaga sertanya asal-usul situasi sosialnya, perkembangan, kemajuan serta kemundurannya.
  3. Agama menyangkut hal yang berada di luar dirinya, menyangkut dunia luar (the beyond). Apa yang dianggap manusia sebagai implikasi dari dunia luar tersebut terhadap kehidupan manusia.
  4. Menurut Vilfredo Pareto (Odhea,1990), menyangkut apa yang disebut dengan “pengalaman transendent”, yakni pengalaman atas kejadian yang ada sehari-hari dan yang dapat diamati atau penyaringan dan penanganan yang sistematis terhadap pengalaman secara ilmiah.

Kesimpulannya:
1.       Agama suatu sistem keyakinan memuat peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya (vettikal) dan hubungan manusia dengan sesame manusia (horizontal)
2.       Sosiologi agama yakni studi tentang pengalaman-pengalaman keagamaan atau perilaku masyarakat yang beragama dalam hubungannya dengan Tuhannya dan hubungannya dengan sesam manusia.

Beberapa sifat alamiah umat beragama:
3.       etnosentrisme
4.       streotipe
5.       folkways
6.       fanatisme
7.       ikatan solidaritas/in group

Teori sosiologi agama

1.        Menurut Augute comte, perkembangan tahapan pemikiran manusia.
teologis, metafisik, rasional/positif.
2.        Herbert Spencer, tradisional ke komplek zaman modern
3.        Taylor, perkembangan keagamaan masyarakat, dari paham animism, dinamisme, politeisme dan monoteisme.
4.        Talcott Parsons, structural fungsional, yakni Fungsi agama terhadap manusia menciptakan keteraturan masyarakat dan saling fungsional (pranata sosial, kelembagaan masy)
5.        Karl marx, agama sebagai candu masyarakat
6.        Ibnu Khaldun, agama menciptakan ikatan solidaritas sosial
7.        Odhea, ada 6 fungsi agama

Thomas O’dea berpendapat bahwa ada enam fungsi agama.
  1. Pertama, agama memberikan dukungan nilai-nilai dan tujuan agama yang dianut
  2. kedua, melalui penyembahan dan upacara-upacara keagamaan agama memberikan keamanan dan identitas emosional dan rujukan yang tetap di tengah-tengah konflik ide dan opini. Ini adalah fungsi kependetaan dan agama yang mengajarkan doktrin-doktrin dan tata cara melakukan upacara keagamaan dan stabilitas;
  3. ketiga, mensakralkan norma-norma dan mempromosikan tujuan-tujuan kelompok daripada individu dengan melegitimasi tatanan sosial;
  4. keempat, agama juga memberikan standar yang juga merupakan basis untuk melakukan kritik terhadap  fenomena  sosial atau pola sosial yang tidak sesuai dengan norma sosial
  5. kelima, agama membantu individu memahami dirinya dan menyediakan identitas;
  6. keenam, agama memberikan proses pematangan dan kedewasaan yaitu membantu individu dalam krisis kehidupan dan transisi dari status ke status lainnya.

Pendapat beberapa ahli

1. Menurut Emille Durkheim, agama didefinisikan sebagai sebuah sistem kepercayaan mengenai kekuasaan dari keuatan-kekuatan menentukan nasib umat manusia dan praktek-praktek yang berhubungan dengan sistemk kepercayaan tersebut yang dianut bersama oleh sebuah kelompok.

2. Menurut C. Geerth dalam artikelnya yang berjudul 
The Religion as Cultural System agama adalah suatu sistem yang berfungsi untuk memunculkan suasana hati dan motivasi yang kuat dan berlangsung lama dengan cara menfokuskan konsep-konsep dari semua tatanan keberadaan yang umum, membingkai konsep-konsep dengan satu aura faktual yang membuat suasana hati dan motivasi hal tersebut dengan nampaknya realistis secara unik.

3. Menurut T. Luckman dalam tulisannya yang berjudul 
The Invisible Religion (1967) agama harus sesuai dengan pegertian dasar dari konsep agama itu sendiri untuk menyebut transendensi dunia biologis/dunia gaib oleh organisme manusia sebagai sebuah fenomena agama.
4. Menurut Yinger dalam tulisannya yang berjudul The Scientific Study of Religion (1960), agama merupakan sebuah praktek-praktek/ritus-ritus yang mana sekelompok orang berjuang menghadapi permasalahan-permasalahan tertinggi dari umat manusia.

2. Menurut Aldridge, pesta raya dan lain-lain hanya pengganti agama bukan sebagai agama itu sendiri; agama itu didefinisikan secara fungsionalis; hanya sebagai fungsi individu dan bermasyarakat dianggap perlu; agama memberi manusia sense identity sebagai makna dan harapan; dan agama mengekpresikan nilai-nilai bersama atau yang mengikat masyarakat dan semua hal yang mempersatukan disebut agama.

3. Definisi fungsionalis terhadap agama sering dihubungkan dengan sebuah pandangan bahwa hakikat sosial yang mengikuti masyarakat bersama bukanlah paksaan dan bukan pula keharusan dalam berperilaku sosial atau berinteraksi  tetapi didasarkan nilai-nilai atau norma-norma yang dimiliki bersama atau yang disepakati.

4. Definisi ekslusif.

(1) M. Baton dalam Antropological Aproach From Study of Religion (1966) berpendapat bahwa agama adalah institusi yang terdiri dari interaksi yang terpolakan secara budaya dengan mahluk-mahluk Super Human yang diposisikan secara kultural;
(2) Robertson: The Sosiological Interpretation of Religion berpendapat bahwa budaya keagamaan adalah satu set kepercayaan-kepercayaan terhadap nilai-nilai yang berasal secara langsung dari hal tersebut;
(3) M. Hill: The Sociology of Religion berpendapat bahwa agama adalah satu set kepercayaan untuk mengatur perbedaan antara realitas empiris dan supra empiris. Bahasa simbol yang digunakan dalam hubungannya dalam pembedaan ini serta kegiatan-kegiatan dan lembaga-lembaga yang berhubungan dengan pengaturan ini.

Fungsi agama secara umum terbagi dua.
1.      Pertama, fungsi manifest (yang tampak) yaitu fungsi yang disadari dan jelas nampak yang dijalankan dalam ritus keagamaan;
2.      kedua, fungsi laten (yang tidak tampak) yaitu fungsi tidak disadari dan diketahui-bukan tujuan utama-dalam ritus keagamaan.

Pertama, agama menghalangi orang untuk protes dengan memberikan hiburan/rekonsiliasi;
kedua, fungsi yang mensakralkan nilai-nilai dapat menghalangi kemajuan pengetahuan;
ketiga, agama dapat mencegah adaptasi;
keempat, fungsi profetiknya dapat membawa utopisme dan harapan-harapan yang tak realistis maka menghalangi munculnya tindakan-tindakan praktis dan realistis;
kelima, agama mengikat individu ke dalam kelompok sedemikian rupa sehingga menimbulkan konflik dengan yang lain dan menghalangi adaptasi;
keenam, agama juga dapat menciptakan ketergantungan kepada lembaga-lembaga dan kepemimpinan agama maka menghalangi kedewasaan.




Selain itu ia juga berpendapat bahwa agama memiliki enam disfungsi.

8.         

Geen opmerkings nie:

Plaas 'n opmerking